Senin, 11 November 2013

they said...

Aren't you tired playing the same game?

No, I'm not.

Jumat, 08 November 2013

film paling serem

sebagai anak gaul tahun 90an, salah satu film yang paling memorable buat saya adalah Jurassic Park: The Lost World. film ini juga yang bikin saya jatuh cinta buat nonton di bioskop.
nah, apa yang paling saya ingat dari film ini?

1. Jeff Goldblum pernah jadi profil utama di majalah Bobo waktu lagi hot-hotnya film ini. otomatis beliau jadi salah satu aktor kesayangan saya waktu masih kecil. yah, selain Macaulay Culkin.
2. adegan kejar-kejaran di rumput. waktu masih kecil, adegan kejar-kejarannya kayak lamaaaa banget. bikin capek pas nonton.
3. adegan T-Rex ngintip. oke, intipan pertama waktu ada tiga orang di dalam bis. itu itungannya udah serem. tapi yang paling epic buat saya adalah intipan kedua: T-Rex ngintip kamarnya anak kecil. adegan ini sukses bikin saya nggak berani buka tirai jendela kamar waktu malam. yang saya bayangin cuma mata T-Rex yang tiba-tiba nongol. selama sebulan saya percaya kalo T-Rex itu bakal beneran ada dan keliaran. kiamat banget, pikir saya waktu itu.

terima kasih, Jurassic Park. sampai sekarang, mungkin ini film yang paling sukses nakutin saya dibandingin film apapun. Conjuring kalah. :')

Rabu, 17 Juli 2013

belum,

Tuhan,

terima kasih. suara itu Kau datangkan dari mana saja, ya, ternyata.
yakinkan aku,
untuk tidak menyerah kali ini.

karena ternyata aku belum mau.
:')

Selasa, 18 Juni 2013

that's one thing I would never...

I hope my smile
can distract you
I hope my fists
can fight for two
So it never has to show
And you’ll never know

I hope my love
can blind you
I hope my arms
can bind you
So you’ll never have to see
What we’ve grown to be

One may think
we’re alright
But we need pills
to sleep at night
We need lies
to make it through the day
We’re not ok

One may think
we’re doing fine
But if I had to lay it on the line
We’re losing ground
with every passing day
We’re not ok

But that’s one thing
I would never
One thing I would never
That’s one thing
I would never say to you

(Pills - The Perishers)



I do hope that this is just a phase. But I'm not sure about anything.

Minggu, 02 Juni 2013

no one ever tell me

no one ever tell me


it could be so difficult.

to say,
to write,
to see,
to listen.

to cry,
to smile,
to forget,
to forgive,
to understand,
to think.

to believe

that it's gonna be for good.




with you.

Senin, 22 April 2013

behind every man, there should be a friend.

saya berharap saya akan pernah jadi seorang sahabat untuk setidaknya satu manusia yang akan selalu membanggakan saya, menganggap saya berarti.

it is not about love. it's deeper.

beberapa bulan yang lalu, di kereta menuju Pekalongan, saya duduk di sebelah mbak-mbak, namanya mbak Dini. kesan pertama saya, si mbak ini keren. dia traveler, dan nggak masalah untuk jadi solo traveler. waktu itu mbak Dini mau ke Semarang, kota yang notabene belum pernah dia kunjungi.

kereta adalah salah satu tempat terbaik untuk ketemu sama orang-orang, ngobrol, berbagi, dan sebagainya. kalo lagi beruntung, kita bakal dapet cerita-cerita dan inspirasi yang luar biasa. sambil perjalanan saya ngobrol banyak sama mbak Dini. salah satunya tentang sahabat yang bener-bener dia sayang. sahabat cowok. namanya Ben. waktu itu, mbak Dini cerita kalo mas Ben ini lagi sakit, dan dia akan ngunjungi sahabatnya bulan Juli nanti. dari cerita-ceritanya, saya yakin banget kalo mbak Dini ini bener-bener sayang sama mas Ben. bangga sama dia. kagum sama dia. waktu mas Ben sakit, mbak Dini sering kasih semangat, biarpun cuma sekedar sapaan "selamat pagi" atau "semangat, ya."

oke. logikanya gini, kalo kita ketemu orang, acak, sebesar apa kemungkinan kita bakal nyeritain tentang sahabat kita, unless kita bener-bener terinspirasi dan bangga sama dia?

saya benar-benar iri sama Mas Ben. saya iri karena dia bisa menjadi berarti buat orang lain. terlebih lagi, dia punya sahabat yang sayang sama dia.
saya juga kagum sama mbak Dini. bisa sayang banget sama sahabatnya, dan selalu ingat sama sahabatnya.

barusan saya dapet kabar di FB kalo mas Ben sudah berpulang.


dear Mas Ben, have a great journey. you must've been so happy to know that you'll always be remembered here on earth.

Sabtu, 23 Februari 2013

hidup saya

Yang punya nyawa memang bukan saya, itu punya Tuhan saya. Tapi, yang menjalani hidup yang dikasih oleh Beliau, itu saya kan? Saya punya standar-standar dan target-target yang saya pasang sendiri. Orang-orang nggak boleh ngasih tau saya apa yang harus saya lakukan, apalagi menetapkan standar hidup untuk saya, mengatur target saya, atau menyuruh saya untuk ikut-ikutan kemauannya orang.

Keputusan-keputusan kecil yang mungkin mempengaruhi hidup saya pribadi, harus saya yang ambil. Apalagi keputusan besar yang mungkin bakal mempengaruhi hidup saya sampai akhir hayat. Mungkin saya terlihat egois, tapi saya nggak mau menyesal di kemudian hari karena keputusan orang lain, kemudian cuma bisa menyalahkan diri sendiri.

Minggu, 13 Januari 2013

Kumamoto week 5: Writers Picnic

Kumamoto ternyata pernah jadi persinggahan beberapa penulis besar. Salah satunya, Yakumo Koizumi atau yang lebih dikenal sebagai Lafcadio Hearn, penulis Kwaidan : Stories and Studies of Strange Things. Yap. Ini buku tentang cerita-cerita horor Jepang. Saya pernah membaca buku ini dan menonton filmnya. Merinding.

Yuki-onna. Salah satu legenda rakyat yang diceritakan ulang oleh Hearn.

Nah, tahun 1891, Hearn menjadi guru Bahasa Inggris di Fifth Higher Middle School Kumamoto. Beliau mengajar di sini selama tiga tahun. Rumahnya berjarak sekitar 5 km dari tempat dia bekerja. Lokasinya saat ini berada di salah satu gang di sisi kiri Shimotori. Rumah Hearn memiliki halaman yang cukup luas, dan rumah tinggalnya sendiri berukuran sedang. Saat ini, ruang-ruang utama rumahnya dimanfaatkan sebagai ruang pajang yang menampilkan sejarah kehidupannya, cerita bagaimana Hearn mendapatkan nama keluarga Koizumi (ceritanya cukup panjang, dan saya nggak terlalu paham).
 
Di depan Rumah Hearn.
Ruang-ruang di rumah yang dijadikan ruang pajang.

Di salah satu ruang, pengunjung bisa duduk dan membaca beberapa buku karya Hearn. Ada beberapa buku anak-anak dan banyak novel berhuruf Kanji yang nggak mungkin saya baca. Ruang baca ini sangat nyaman karena berbatasan langsung dengan halaman belakang rumah.

Atas: ruang baca di rumah Hearn. Bawah: teras antara rumah dengan halaman belakang.

Penulis lain yang sempat berdiam di Kumamoto adalah  Natsume Sōseki. Karyanya yang paling familiar untuk saya adalah Botchan. Soseki juga terkenal sebagai salah satu penyair haiku di Jepang. Sama seperti Hearn, beliau juga mengajar di Fifth Higher Middle School Kumamoto. Beliau mengajar di sana sejak tahun 1896.


Cerita tentang Soseki beserta istri dan anak-anaknya.

Ruang keluarga

Wind chime! :)

Lokasi rumah Soseki agak lebih sulit untuk dijelaskan daripada rumah Hearn. Yang pasti, rumah beliau berada di lokasi yang lebih sepi, meskipun tidak terlalu jauh dari rumah Hearn. Sekitar 10 menit jalan kaki. Nah, enaknya, waktu di rumah Hearn, pengurus di sana nggak segan-segan untuk memberi pengunjungnya peta menuju rumah Soseki. Sepertinya sudah kebiasaan, kalau berkunjung ke rumah Hearn, belum lengkap kalau tidak ke rumah Soseki.

Di rumah ini, ada ruang yang memajang patung beliau yang sedang menulis sambil didamping kucingnya. Konon, kucing ini menjadi bahan tulisan beliau dalam bukunya "I am a Cat" (吾輩は猫である - Wagahai ha Neko de aru).
Soseki dan kucingnya di ruang kerja


Selain pajangan ini, di berbagai sudut juga ada etalase yang memamerkan karya-karya Soseki. Karya-karya beliau sebagian besar merupakan pengalaman hidupnya sendiri, yang juga melibatkan orang-orang di sekitarnya. Misalnya, Botchan yang menggambarkan masa-masa awal beliau menjadi seorang pengajar.
salah satu pajangan karya Natsume Soseki
Selesai melihat-lihat ruangan dalam, saya dan teman-teman bermain-main di halan belakang rumah Soseki yang ternyata cukup luas. Taman ini, seperti di rumah Hearn, berhubungan langsung dengan ruang kerja Soseki.

halaman belakang rumah Soseki.
Perjalanan hari itu sebenarnya ditutup dengan piknik kecil di lapangan besar di samping Kumamoto Castle. Pikniknya bertepatan dengan awal musim gugur, waktu pohon-pohon mulai merah. Setelah makan dan foto-foto, beberapa dari anggota piknik memutuskan pulang atau pergi ke tempat lain. Tinggal saya, mbak Muti, dan Mas Setyo yang masih belum punya rencana. Awalnya, kami berencana pergi ke Tatsudayama dan rumah Riddell & Wright. Tapi karena hujan, rencana Tatsudayama dilaksanakan di lain hari dan kami memaksakan diri untuk tetap ke rumah Riddell & Wright.

Lokasi rumah Riddell & Wright tidak jauh dari kampus utara Kumadai. Sekitar 200 meter dari Tatsuda Shizen-koen Iriguchi mae (halte pintu masuk Taman Nasional Tatsudayama) dengan jalan yang agak menanjak. Rumah ini merupakan museum untuk mengenang jasa dua sukarelawan sekaligus misionaris, Hannah Riddell dan Ada Wright di masa-masa berkembangnya wabah penyakit Hansen.


museum Riddell & Wright. Atas: bergaya di ruang pajang. Bawah: bergaya di depan bangunan.
Kedua foto milik Mas Setyo


Sayangnya, meskipun cerita yang banyak digambarkan dalam museum ini cukup menarik dan dalam Bahasa Inggris, tidak banyak yang bisa dilihat. Sebagian besar benda yang dipamerkan adalah tinggalan-tinggalan milik Riddell dan Wright. Ditambah lagi, waktu saya dan teman-teman ke sana, tidak ada guide atau orang yang bisa ditanyai. Jadilah, saya hanya mengambil beberapa brosur gratis yang ada di sana.


(Blog ini ditulis pada 6 November 2012, dipublikasikan pada 13 Januari 2013)